Catatan 4 ; Menjadilah Murni

Posting Komentar

"Pesan apaki'?"

"Air mineral ji saya, Mba' !"

"Saya kopi susu, Mba' !"

"....sama pisang coklat satu porsi, Mba' di' !"

"Biasanya pesan jus alpukat, kenapa sekarang hanya air mineral ?"

"Karena saya ingin menyampaikan satu pesan murni tentang perasaanku padamu."

"Mh...? Maksudmu ?"

"Yah, sebenarnya ini telah lama ingin kusampaikan. Hanya saja saya sering berpikir untuk tidak mengucapkannya. Karena ini bersinggungan dengan orang di sampingmu; yang kau bilang dia kekasihmu."

"Hubungannya dengan air mineral ?"

"Aku tahu, kita telah memalsukan rasa atas nama persahabatan. Bagaimana pun kau ingin memungkirinya, ini sesuatu yang nyata. Aku juga tahu, bagaimana kau menyamarkan perasaanmu pada kekasihmu. Pun di hadapanku, kau tidak ada bedanya, apakah kau sebagai kekasih atau sahabat yang baik. Dan aku tidak tahu, bagaimana aku memulainya, karena kekasihmu juga sahabatku."

"Lihat air ini, murni. Jika saya taburi bubuk, tentu ia akan keruh dan tak akan ada yang ingin meminumnya."

Sayang, menjadilah murni dalam rasa. Menjadi jujur, dan tidak menjadi pura-pura lugu.

Aku mengenal hatimu, kau juga sudah mengenal hatiku sudah lama.

Aku juga tahu, bagaimana kau pernah menangis; sakit karena ketidaksengajaanku menyebut nama kekasihku yang dulu. Kau pun juga tahu, bagaimana aku menangis karena kekasihmu dulu.

Lalu kita menjadi sahabat yang dekat. Sangat dekat.

Maka tak ada alasan bagimu dan bagiku untuk tidak saling jujur menyampaikan kemurnian rasa. 


"Ya, aku paham apa yang ingin kau sampaikan. Tapi kenapa kau selalu diam ?"

"Karena pertanyaan-pertanyaanku tidak akan pernah merubah apa pun. Pikiranku lelah, jiwaku sesak, dan waktuku menjadi sempit. Mataku melelah perih melihatmu, jiwaku lumpuh berjalan menunujumu...iya, aku cemburu."

"Kenapa baru bilang sekarang ?"

"Bukankah kau yang bilang, tidaklah semua harus diucapkan dengan kata-kata ?"


Aku pikir kau sudah sangat jauh memahamiku, ternyata hanya sampai pada kebiasaanku memesan jus alpukat.


Sayang, menjadilah murni. Seperti dulu, sewaktu kita masih kecil ; lugu.

Marilah kita bicara dengan pikiran yang jernih,

Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Seperti Dasa Darma yang pernah kita hafal bersama. Tapi seingatku, ini tidak pernah terjadi. Waktu kecil dulu kita tidak pernah bersama, bahkan bicara pun tidak pernah. Kau bilang, saya pandai mengarang. Yaah, karangan all about yaou, ebeb. Saya menjadi geli waktu pertama kau panggil saya dengan sebutan ebeb; ingin muntah rasanya.

Sayang, menjadilah murni.
Aku tidak menunggumu berkomentar, hanya menanti matamu menjadi bening dengan Dasa Darma ke sepuluh.


Nn

Related Posts

There is no other posts in this category.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter